PROSEDUR RESMI PENGIRIMAN BARANG DARI DAN KE BATAM

Beberapa pulau disekitar Batam dan Sabang adalah tempat yang disebut dengan kawasan bebas. 
Batam sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ) memiliki ciri khas yang membedakan dengan daerah atau kota lain, termasuk cara memasukkan dan mengeluarkan barang pabean. 
Kawasan bebas atau kawasan perdagangan bebas atau pelabuhan bebas adalah suatu kawasan yang berada di wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean, sehingga terbebaskan dari pengenaan bea masuk, pajak impor dan cukai.

Apabila barang kiriman merupakan barang dagangan dan mempunyai nilai pabean diatas FOB 1500 dollar Amerika (USD), maka kewajiban pabean dilaksanakan oleh pengusaha yang telah mendapatkan ijin oleh Badan Pengusahaan Kawasan dengan menggunakan PPFTZ-01, PPFTZ-02 dan PPFTZ-03 atau pengusaha tersebut dapat menguasakan ke Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan. 

Peraturan tentang Free Trade Zone di Batam mengacu pada : 
  1. 45/PMK.03/2009 Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai Dan/Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Dan Pemasukan Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas
  2. 46/PMK.04/2009 Tentang Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas
  3. 47/PMK.04/2009 Tentang Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas
Kalau mau disimpulkan peraturan tersebut menjadi sebagai berikut:
KETENTUAN UMUM
  1. Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatas berlaku mulai tanggal 1 April 2009.
  2. Definisi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah huku NKRI yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.
  3. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas berada di bawah pengawasan Ditjend Bea dan Cukai. 
  4. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan (Batu Ampar, Sekupang, Citra Nusa Kabil dan bandara Hang Nadim).
  5. Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean (luar negeri) ke Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
  6. Pengusaha hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan.
  7. Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan
  8. Pengusaha wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan yang ditetapkan oleh instansi teknis atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke Kawasan Bebas.


PPFTZ-01

Pemberitahuan Pabean FTZ-01 yang disingkat dengan PPFTZ-01 merupakan pemberitahuan pabean untuk jenis pemasukan atau pengeluaran barang sebagai berikut :
  1. Dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas ; Pengertian dari Luar Daerah Pabean (LDP) adalah wilayah yang berada di luar kawasan pabean yang berada di Indonesia dalam arti lain adalah Luar Negri. Jenis ini merupakan untuk pemberitahuan pemasukan barang-barang yang di import kedalam kawasan bebas. Seperti misalnya kita membeli barang dari Singapore dan dikirim ke kawasan bebas Batam.
  2. Dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ;Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ( TLDDP ) adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat dan Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam arti lain Daerah Pabean di wilayah Indonesia yang tidak ditunjuk sebagai Kawasan Bebas, TPB dan KEK. Jenis ini merupakan pemberitahuan pengeluaran barang. Pengeluaran barang dari KB ke TLDDP akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari nilai barang.
  3. Dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean ;Jenis pemberitahuan ini merupakan jenis pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Luar Negri atau yang biasa di sebut dengan ekspor.
Dari Ketiga jenis tersebut memiliki cara yang berbeda-beda dalam hal pelaporannya.


PPFTZ-02

Pemberitahuan Pabean ini merupakan untuk jenis pemasukan atau pengeluaran sebagai berikut :

1.      Dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lain
2.      Dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat
3.      Dari Kawasan Bebas Lain ke Kawasan Bebas
4.      Dari Tempat Penimbunan Berikat Ke Kawasan Bebas
5.      Dari Kawasan Bebas ke Kawasan Ekonomi Khusus
6.      Dari Kawasan Ekonomi Khusus Ke Kawasan Bebas

PPFTZ-03

Pemberitahuan Pabean FTZ-03 Merupakan dokumen yang digunakan untuk Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Bebas Batam harus melalui pelabuhan atau bandar udara yang telah ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BP Kawasan Batam) agar bisa mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dikenakan cukai.
Sepanjang menyangkut pemberian fasilitas PPN tidak dipungut, pengawasan dan pengadministrasian dilakukan oleh Ditjen Pajak.
Pengusaha yang memasukkan barang asal tempat lain dalam daerah pabean membuat sendiri PPFTZ-03 berdasarkan dokumen pelengkap, antara lain:
> Invoice, packing list
> Bill of Lading / Airway Bill
>  Faktur pajak standar (Sesuai peraturan perundangan di bidang perpajakan)

Endorse :
Pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai Ditjen Pajak atas pemasukan barang kena pajak dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan bebas berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan barang kena pajak tersebut.


TATA CARA ENDORSEMENT ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP) BERWUJUD DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS


A.   Umum

1.    Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tertuang atas penyerahan BKP Berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan bebas mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut, apabila BKP berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas.

2.      Pembuktian bahwa BKP Berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas adalah dengan menyampaikan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) untuk diberikan Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean.

3.     Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement oleh pejabat/petugas Direktorat Jenderal Pajak adalah Pemberitahuan Pabean ( PP FTZ-03 ) yang telah didaftarkan pada kantor pabean, yang dilampiri dengan :

a.       Foto kopi Faktur Pajak (lembar pembeli);
b.      Foto kopi Bill of Lading, Airway Bill
c.       Foto kopi Faktur Penjualan atau Invoice
d.      Foto kopi BC1.1 penerimaan Manifes Inward
e.       Foto kopi Inward Manifes

Dengan menunjukan dokumen-dokumen aslinya.

4.      Penerbitan Faktur Pajak dan Invoice tidak boleh melewati tanggal pengiriman ( tanggal Bill of Lading, Airway Bill ).

5.      Faktur Pajak yang diterbitkan menggunakan kode seri 070

6.     Faktur Pajak dan Invoice yang diterbitkan wajib dibubuhkan dengan cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012”

7.      Penulisan keterangan nama pengirim, nama penerima dan nama barang pada Bill of Lading, Airway Bill harus sesuai dengan Faktur Pajak

B.   Tata Cara Endorsement

1.  Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3 di atas disampaikan ke pejabat/pegawai DirektoratJenderal Pajak yang ditempatkan di kantor pabean.

2.      Pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak melakukan Endorsement dengan cara:

a.       Meneliti dokumen-dokumen yang disampaikan;
b.    Memastikan bahwa data dalam Bill of Lading, Airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan Manifes telah sesuai dengan data dalam Pemberitahuan;
c.     Memastikan bahwa Faktur Pajak telah diisi lengkap sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
d.      Dalam hal data dalam Bill of Lading, Airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan Manifes telah sesuai dengan data dalam Pemberitahuan Pabean, pejabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada Pemberitahuan Pabean sebagai berikut :

CATATAN DITJEN PAJAK
DAPAT DIBERIKAN “FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT”
………………………, (tanggal, bulan, tahun)
Mengetahui,
Pejabat/Pegawai DJP


Nama
NIP

e.      Dalam hal data dalam Bill of Lading, Airway Bill, Invoice, Faktur Pajak dan Manifes tidak sesuai dengan data dalam Pemberitahuan Pabean atau Faktur Pajak tidak diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka pejabat/pegawai membubuhkan cap dan tanda tangan pada Pemberitahuan Pabean sebagai berikut :

CATATAN DITJEN PAJAK
DATA TIDAK SESUAI, TIDAK DAPAT DIBERIKAN “FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT”
………………………, (tanggal, bulan, tahun)
Mengetahui,
Pejabat/Pegawai DJP


Nama
NIP

semoga bermanfaat!

EXPORT KOPI

Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditi perkebunan terbsesar di Indonesia yang  banyak diekspor keseluruh dunia. Kopi Indonesia sudah terkenal akan kualitas nya yang baik. Aroma dan Rasa kopi Indonesia yang unik membuat kopi Indonesia banyak diekspor keluar negeri.

Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang diatur tata niaga ekspornya, yang termasuk dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia HS Nomor 09.01 dan 21.01.
Ketentuan tentang ekpor kopi diatur beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, yaitu peraturan Nomor 26/M-DAG/PER/12/2005, diganti dengan Nomor 27/M-DAG/PER/7/2008 dan terakhir Nomor 41/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor Kopi yang terakhir kali mengalami perubahan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor  10/M-DAG/PER/5/2011.  

Bagaimana proses Ekspor kopi ? 

Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) atau Eksportir Kopi Sementara
Syarat Eksport Kopi
  1. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah diakui sebagai Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS) oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan.
  2. Dalam setiap ekspor kopi juga harus dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK). SPEK adalah surat persetujuan pelaksanaan ekspor kopi ke seluruh negara tujuan yang dikeluarkan oleh Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di Propinsi/Kabupaten/Kota. SPEK juga dapat digunakan untuk pengapalan dari pelabuhan ekspor di seluruh Indonesia.
  3. Disamping itu, kopi yang diekspor wajib sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Menteri Perdagangan dan harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (certificate of origin) SKA Form ICO, yaitu surat keterangan yang digunakan sebagai dokumen penyerta barang (kopi) yang diekspor dari seluruh Indonesia, yang membuktikan bahwa barang (kopi) tersebut berasal, dihasilkan dan/atau diolah di Indonesia.
Langkah awal untuk pemula yang akan melakukan Eksport Kopi adalah mengajukan permohonan EKS-Ekspor Kopi Sementara ke Kementrian Perdagangan, dengan melampirkan Rekomendasi dari Disperindag setempat. Rekomendasi bisa diperoleh dengan mengajukan kelengkapan dokumen perusahaan mulai Akta sampai dengan TDP, dilengkapi dengan surat sewa gudang, dan keterangan mengenai jenis kopi yang akan di ekspor.
Setelah mendapatkan EKS-Ekspor Kopi Sementara, untuk bisa melakukan ekspor, maka pengusaha harus mengajukan SPEK- Surat Persetujuan Ekspor Kopi dari Disperindag . Jadi pengurusan nya kembali ke Disperindag setempat.
SPEK- Surat Persetujuan Ekspor Kopi ini berlaku untuk selama 30 hari, dan bisa mengajukan lagi setiap kali akan melalukan proses ekspor.
Lalu apa yang dimaksud dengan ET-Eksportir Terdaftar Kopi ? ET hanya bisa diberikan kepada pengusaha yang telah melakukan ekspor minimal 200 ton dalam 1 tahun.

Jadi syarat pabean ekspor kopi adalah ETK/ EKS, SPEK dan SKA 

DAFTAR KOMODITAS KOPI YANG DIATUR TATA NIAGA EKSPOR

NOMOR POS TARIFURAIAN
09.01Kopi,  digongseng atau  dihilangkan kafeinnya maupun tidak; sekam dan kulit kopi; pengganti kopi  mengandung  kopi   dengan  perbandingan berapapun.

-    Kopi, tidak digongseng :
0901.11--  Tidak dihilangkan kafeinnya :
0901.11.10.00--- Arabika WIB atau Robusta OIB
0901.11.90.00--- Lain-lain
0901.12--  Dihilangkan kafeinnya :
0901.12.10.00--- Arabika WIB atau Robusta OIB
0901.12.90.00--- Lain-lain

-    Kopi, digongseng :
0901.21--  Tidak dihilangkan kafeinnya :
0901.21.10.00--- Tidak ditumbuk
0901.21.20.00--- Ditumbuk
0901.22--  Dihilangkan kafeinnya :
0901.22.10.00--- Tidak ditumbuk
0901.22.20.00--- Ditumbuk
0901.90-   Lain-lain
0901.90.10.00--  Sekam dan selaput kopi
0901.90.20.00--  Pengganti kopi mengandung kopi
21.01Ekstrak, esens dan konsentrat, dari kopi, teh atau mate dan  olahan dengan dasar produk ini atau dengan dasar kopi,teh atau mate; chicory digongseng dan pengganti kopi yang digongseng lainnya, dan ekstrak, esens dan konsentratnya.

-   Ekstrak,  esens  dan konsentrat kopi,  serta olahan dengan dasar ekstrak, esens atau konsentrat kopi atau olahan dengan dasar kopi:
2101.11--  Ekstrak, esens dan konsentrat :
2101.11.10.00--- Kopi instan
2101.11.90.00--- Lain-lain
2101.12.00.00--  Olahan  dengan  dasar  ekstrak,  esens atau konsentrat atau olahan dengan dasar kopi

Jadi, jika kita ingin melakukan ekspor kopi, ada beberapa aturan yang harus kita jalan. Berikut ini adalah tatacara export kopi :
  1. Eksportir harus sudah memiliki badan usaha, bisa berupa PT atau CV
  2. Eksportir harus memiliki SURAT IJIN EKSPORTIR KOPI SEMENTARA. Jika sudah melakukan ekspor kopi minimal 200 ton dalam setahun, maka surat ijin akan berubah menjadi EKSPORTIR KOPI TETAP. Surat ijin ini berlaku selama 5 tahun. Jika dalam satu tahun tidak ada kegiatan ekspor kopi, maka surat ijin tersebut akan dibekukan.
  3. Ekspotir mempersiapkan kopi yang akan diekspor di gudang
  4. Eksportir membuat Invoice, Packing List, SPEK (Surat Permohonan Ekspor Kopi)
  5. Eksportir menyerahkan Invoice, Packing List, SPEK kepada pihak Fowarder/Ekspedisi
  6. Terbit PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) dan NPE (Nota Pemberitahuan Ekspor)
  7. Kopi harus melalui proses karantina terlebih dahulu, sampai nanti kita mendapatkan sertifikat karantina atau biasa disebut Phytosanitary Certificate
  8. Kopi diberangkatkan ke negara tujuan
  9. PEB, NPE, INVOICE, PACKING LIST diserahkan ke Dinas Koperasi dan Perdagangan untuk dibuatkan Certificate of Origin (COO) dan International Coffee Organization (ICO)
  10. Invoice, Packing list, COO, ICO, dan Phytosanitary certificate dikirimkan oleh kita ke alamat buyer. Karena semua sertifikat ini dibutuhkan di bea cukai negara tujuan.

Bagaimana halnya jika kita hendak mengirimkan kopi luwak by post sebanyak 100-250 gram, apakah apa diperbolehkan?
Untuk ekspor barang kiriman dalam Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 Tentang Tatalaksana di Bidang Ekspor dijelaskan bahwa; barang kiriman yang melalui PT Pos dan Perusahaan Jasa Titipan yang tidak lebih dari 100 kg tidak diwajibkan membuat Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang disampaikan ke Bea dan Cukai. Ibu hanya mengirim kopi luwak (kopi instan) via PT Pos sebanyak 250 gram atau setara 0,25 kg, jadi tidak diwajibkan membuat PEB. Dengan demikian barang kiriman tsb belum masuk dalam kategori barang ekspor seperti pada umumnya. Kemudian dalam peraturan Menperdag Nomor 225/KP/X/1995, Barang Kiriman dibebaskan dari ketentuan tata niaga ekspor dengan syarat nilai barang tidak melebihi 300 juta rupiah, tidak perlu surat atau ijin dari Deperindag, jadi tidak diperlukan persyaratan seperti ETK/ EKS, SPEK dan SKA. 

"Barang Barang Kiriman ke luar negeri berupa biji kopi (green coffee), atau 75 kg kopi gabah (parchment coffee); atau 50,4 kg kopi gongseng (roasted coffce); atau 23 kg kopi instan atau cair (soluble or liquid coffee); tidak diperlukan pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Kopi dan tidak perlu dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (SKA) yang diberlakukan untuk kopi".
Ketentuan Nomor 225/KP/X/1995 Tentang Pengeluaran Barang-Barang Ke Luar Negeri di Luar Ketentuan Umum di Bidang Ekspor dan 317/MPP/Kep/9/1997 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 225/Kp/X/1995 Tentang Pengeluaran Barang-Barang Ke Luar Negeri di Luar Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, tidak dijelaskan berapa batasan untuk barang kiriman ekspor biji kopi. Saran saya coba tanyakan ke Dinas Perdagangan, mengingat ketentuan tersebut sudah cukup lama. 

TARIF BARU JASA PENUMPUKAN PETI KEMAS IMPORT DI TANJUNG PRIOK


  • Tarif jasa penumpukan peti kemas di Tanjung Priok tidak mengenal lagi istilah: Masa 1, Masa 2 dst, tetapi perhitungan sudah langsung berdasarkan hari, dimana penumpukan free di Tanjung Priok hanya berlaku hari ke-1 sejak barang bongkar dari kapal. Hari ke-2 sudah berlaku tarif jasa penumpukan sebesar 900%.
  • Batas waktu penumpukan peti kemas impor di Terminal paling lama 3 (tiga) hari sejak barang ditumpuk dilapangan penumpukan, jika lebih akan dipindahkan (Di OB). 

TARIF  BARU JASA PENUMPUKAN PETI KEMAS IMPORT 

DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK
BERLAKU 1 MARET 2016

PT.Jakarta International Container Terminal (JICT) mengeluarkan surat keputusan Direksi tentang penyesuaian tarif jasa peti kemas di PT.Jakarta International Container Terminal. SK Direksi adalah HK.560/1/3/JICT-2016  tanggal: 26 Februari 2016 . Tarif baru berlaku sejak 1 Maret  2016.


TARIF PENUMPUKAN
20’
40’
TARIF DASAR PENUMPUKAN (TDP)
Rp. 27.200
Rp. 54.400
Hari Ke-1 Tidak dikenakan tarif pelayanan jasa penumpukan peti kemas


Hari ke-2  dan seterusnya dihitung perharinya sebesar 900% dari tariff dasar.



           *Tarif pelayanan jasa  penumpukan petikemas  (TPJPP) dengan ukuran lebih dari 40’ dikenakan tambahan  25% (dua puluh lima persen) dari tariff dasar jasa penumpukan peti kemas 40’.

Perhitungan Pinalti

Tarif pelayanan jasa penumpukan peti kemas impor yang telah selesai proses kepabeananya (telah terbit Surat Persetujuan Pengeluaran Barang-SPPB) dikenakan ketentuan :

1)      SPPB terbit setelah menumpuk dilapangan :


a). SPPB yang terbit pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis setelah hari ke-2 (ke-dua) sejak tanggal penerbitan SPPB, dikenakan tambahan tariff sebesar 200% (dua ratus prosen) dari tarif yang dikenakan

b). SPPB yang terbit pada hari Jumat dan Sabtu, setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak tanggal penerbitan SPPB, dikenakan tambahan sebesar 200%  (dua ratus prosen) dari tarif yang dikenakan.

c. SPPB yang terbit satu hari sebelum hari libur nasional, setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak tanggal penerbitan SPPB, dikenakan tambahan sebesar 200% (dua ratus prosen) dari tariff yang dikenakan saat itu.

d). Terhadap peti kemas yang telah terbit SPPB, dan tidak dikeluarkan setelah hari ke-3 (ke-tiga) oleh pemilik barang, maka terminal akan memindahkan petikemas tersebut setelah melaporkan kepada Otoritas Pelabuhan
Segala biaya yang timbul atas kegiatan tersebut menjadi beban pemilik barang.

2. SPPB terbit sebelum kegiatan bongkar

a). Setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak peti kemas menumpuk di lapangan, dikenakan tambahan sebesar 200% (dua ratus prosen) dari tariff yang dikenakan saat  itu.

b). Setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak peti kemas menumpuk di lapangan dan tidak dikeluarkan oleh pemilik barang, maka terminal akan memindahkan petikemas tersebut setelah melaporkan kepada Otoritas Pelabuhan
Segala biaya yang timbul atas kegiatan tersebut menjadi beban pemilik barang.

3. Tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas impor yang telah terbit Surat Pengeluaran Petikemas (SP2) , dikenakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1). SP2  terbit setelah menumpuk di lapangan:
Setelah hari ke-2 (ke-dua) setelah tanggal penerbitan SP2, dikarenakan tambahan sebesar 300% (tiga ratus prosen) dari tariff yang dikenakan saat itu

2. Untuk Partai Besar diatas 30 Box per B/L :
Setelah hari ke-4 (ke-empat) sejak tanggal penerbitan SP2, terhadap sisa petikemas yang belum dikeluarkan dikenakan tambahan sebesar 300% (tiga ratus prosen) dari tariff yang dikenakan saat itu.
Batas Penumpukan barang di Terminal
Sesuai dengan pasal II SK Direksi HK.560/1/3/JICT-2016  , diatur:
1) Batas waktu penumpukan petikemas impor di Terminal paling lama 3(tiga) hari kerja sejak barang ditumpuk di lapangan penumpukan.

2)  Apabila pemilik barang/kuasanya tidak memindahkan barang yang melewati batas waktu sebagaimana butir 1 diatas, maka hari ke-4 (ke-empat) Operator terminal akan memindahkan petikemas tersebut dari terminal ke tempat lain di luar terminal setelah melaporkan kepada Otoritas Pelabuhan dan segala biaya yang timbul dibebankan kepada pemilik barang/kuasanya.

Daftar Appendix CITES

Cites (Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora ) adalah : konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar yang spesiesnya terancam punah. Tujuan dari Cites adalah melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesies tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam. Export-Import atau reexport harus mendapat izin otoritas pengelola dan rekomendasi keilmuan CITES dari negara tersebut.
Tata usaha pengambilan atau penangkapan dan peredaran Tumbuhan dan satwa liar berdasarkan SK Menhut No. 447/Kpts-II/2003 tanggal 31 Desember 2003
Apendiks I CITES
Jumlahnya sekitar 800 spesies yang terancam punah bila perdagangan tidak dihentikan. Perdagangan spesimen dari spesies yang termasuk Appendix I yang ditangkap di alam bebas adalah ilegal dan hanya diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa, misalnya untuk penelitian, dan penangkaran. Satwa dan tumbuhan yang termasuk dalam daftar Apendiks I, namun merupakan hasil penangkaran atau budidaya dianggap sebagai spesimen dari Apendiks II dengan beberapa persyaratan. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan non-detriment finding berupa bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas. Setiap perdagangan spesies dalam Apendiks I memerlukan izin ekspor impor. Otoritas pengelola dari negara pengekspor diharuskan memeriksa izin impor yang dimiliki pedagang, dan memastikan negara pengimpor dapat memelihara spesimen tersebut dengan layak.
Satwa yang termasuk dalam appendix I misalnya;  gorila (Gorilla gorilla), orang utan (Pongo pygmaeus), paus (Balaenoptera bonaerensis, B. borealis, B. edeni, B. musculus, B. physalus, Megaptera novaeangliae), harimau (Panthera tigris) dan sub spesiesnya, duyung (Dugong dugon), babirusa (Babyrousa babyrussa), beberapa burung kakatua (Cacatua goffini, C. haematuropygia, C. moluccensis, C. sulphurea, Probosciger atterimus), jalak bali (Leucopsar rothschildi), semua jenis penyu laut (Cheloniidae spp), komodo (Varanus komodoensis), ular piton morulus (Python morulus morulus), dan beberapa jenis tumbuhan seperti beberapa jenis sambung tulang, beberapa jenis aloe dan beberapa jenis kantung semar. Ada beberapa spesies yang masuk dalam Appendix I namun jika spesies tersebut berasal dari negara tertentu akan menjadi Appendix II, Appendix III atau bahkan Non Appendix misalnya gajah afrika (Elephas maximus africana) yang populasinya dari Botswana, Namibia, South Africa dan Zimbabwe termasuk dalam Appendix II, buaya muara (Crocodylus porosus) masuk dalam Appendix I kecuali populasi dari Indonesia, Australia dan papua New Guinea termasuk dalam Appendix II.
Apendiks II CITES
Jumlahnya sekitar 32.500 spesies. Spesies dalam Apendiks II tidak segera terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam daftar dan perdagangan terus berlanjut. Selain itu, Apendiks II juga berisi spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies yang didaftar dalam Apendiks I. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas.
Satwa yang masuk dalam Appendix II misalnya trenggiling (Manis javanica), serigala (Cuon alpinus), merak hijau (Pavo muticus), gelatik (Padda oryzifora), beo (Gracula religiosa), beberapa jenis kura-kura (Coura spp, Clemys insclupta, Callagur borneoensis, Heosemys depressa, H. grandis, H. leytensis, H. spinosa, Hieremys annandalii, Amyda cartileginea), ular pitas 9Pytas mucosus), beberapa ular kobra (Naja atra, N. Kaouthia, N. Naja, N. Sputatrix, Ophiophagus hannah), ular sanca batik (Python reticulatus), kerang raksasa (Tridacnidae spp), beberapa jenis koral, beberapa jenis anggrek (Orchidae) dan banyak lainnya.
Apendiks III CITES
Jumlah yang masuk dalam Appendix III sekitar 300 spesies. Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah spesies yang dimasukkan ke dalam daftar setelah salah satu negara anggota meminta bantuan para pihak CITES dalam mengatur perdagangan suatu spesies. Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO). Yang termasuk dalam Appendix III misalnya spesies landak Hystrix cristata dari Ghana, walrus (Odobenus rosmarus) dari Canada, beberapa kuntul seperti Ardea goliath, Bubulcus ibis, Egretta garzetta dari Ghana.
Saat ini jumlah negara anggota CITES berjumlah 173 negara. Indonesia masuk menjadi anggota CITES yang ke 48 pada tanggal 28Desember 1978 . Negara yang saat ini paling akhir masuk adalah Oman yang menjadi anggota ke 173 pada tanggal 19 Maret 2008. Setiap anggota CITES mempunyai otorita keilmuan (Scientific Authority) dan otorita pengelola (Management Authority) nasional. 

Otoritas keilmuan di Indonesia dipegang oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan otoritas pengelola dipegang oleh Ditjen PHKA Departemen Kehutanan. Otorita keilmuwan bertugas untuk memberikan pendapat mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan oleh adanya suatu perdagangan terhadap kelangsungan jenis tersebut. Otorita pengelola mengawasi peredarannya, termasuk didalamnya perijinan, asal usul, tujuan perdagangan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan administrasi.
Setiap perdagangan baik impor, ekspor atau re-ekspor spesies yang termasuk dalam appendix CITES harus dilengkapi dengan dokumen CITES yang diterbitkan oleh Otorita Pengelola masing-masing negara. Apabila ekspor atau re-ekspor dilakukan oleh negara yang bukan anggota, maka dokumentasi harus diterbitkan oleh otorita yang setara dan berkompeten dalam negara tersebut yang pada pokoknya memenuhi persyaratan konvensi mengenai ijin sertifikat dan dapat diterima sebagai penggantinya oleh negara anggota CITES.
Apabila ada perdagangan spesimen Appendix CITES tanpa dilengkapi dokumen CITES, maka negara anggota harus mengambil tindakan yang sesuai untuk menegakkan ketentuan-ketentuan konvensi dan melarang perdagangan spesiemen yang melanggar konvensi. Tindakan tersebut berupa menghukum perdagangan atau pemilikan spesiemn tersebut atau keduanya serta melakukan penyitaan spesimen tersebut atau mengembalikannya ke negara asal. Dalam hal spesimen hidup disita, spesimen tersebut harus diserahkan kepada otorita pengelola dari negara yang disita dan otorita pengelola setelah berkonsultasi dengan negara pengekspor, harus mengembalikan spesimen sitaan tersebut dengan biaya dari negara tersebut atau diserahkan ke rescue center atau tempat lain dimana otorita pengelola mengaanggap tempat tersebut sesuai dan konsisten dengan tujuan konvensi dan otorita pengelola dapat mencari pendapat dari otorita keilmuan atau sekretariat CITES untuk mengambil keputusan hal apa yang akan dilakukan.
Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tumbuhan dan satwa liar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tumbuhan dan satwa liar dilindungi dan tidak dilindungi. Sedangkan menurt CITES, penggolongannya dibagi berdasarkan appendix dan non appendix. Dalam hal ini, ada jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di Indonesia namun tidak masuk appendix CITES dan ada pula yang jenis tidak dilindungi namun masuk dalam appendix CITES.
Kerjasama antar negara dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar merupakan suatu keuntungan bagi negara dengan sumberdaya alam hayati yang begitu besar seperti Indonesia. Banyak usaha penyelundupan tumbuhan dan satwa lair dari Indonesia yang bisa digagalkan di negara tujuan karena adanya kerjasama ini sehingga kerugian Indonesia yang ditimbulkan karena perdagangan tumbuhan dan satwa liar illegal dapat semakin ditekan.